Zaman berubah dengan pesat. Semua bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, mengalami kemajuan (advancement) yang signifikan. Globalisasi di era post-modern dan kemajuan teknologi informasi (informatics technology) ternyata sangat berpengaruh bagi masyarakat, baik secara pribadi (personal), maupun dalam soal dinamika kelompok.   
Seiring dengan progresivitas tersebut, konflik pun tetap omnipresent.  Artinya, konflik ada di mana saja, kapanpun waktunya, siapapun kita.  Dalam organisasi apapun dimana kita terlibat di dalamnya, pasti bakal  berhadapan dengan konflik. Semakin besar organisasi, semakin rumit pula  keadaannya. Semua aspek, akan mengalami kompleksitas, baik alur  informasi, pengambilan keputusan, pendelegasian wewenang, sumberdaya  manusia dan sebagainya. 
Dari  aspek sumber daya manusia (SDM) misalnya, dapat diidentifikasi berbagai  kompleksitas. Contohnya, kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas,  kompleksitas tanggung jawab, kompleksitas kedudukan, kompleksitas  status, kompleksitas hak, kompleksitas wewenang dan lain-lain.  Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial terjadinya konflik.  Sebab, setiap manusia yang terlibat dalam organisasi, memiliki keunikan  sendiri-sendiri, berbeda latar belakang, berbeda karakter, berbeda visi,  berbeda tujuan hidup, berbeda motivasi kerja dan lain-lain. 
Sebagian  besar kalangan menganggap bahwa, semua konflik yang terjadi, pasti  berdampak negatif. Dalam hal ini, konflik itu sama saja dengan kutuk.  Mungkinkah efek dari konflik yang berlaku itu justru sebaliknya,  berimplikasi positif? Dalam hal ini, menjadi berkat bagi perkembangan  kepribadian setiap orang yang mengalami konflik. Seterusnya menjadi  berkat bagi perjalanan suatu organisasi, baik institusi pemerintahan  maupun perusahaan. Dapat dikategorikan dalam jenis konflik apakah,  konflik yang dialami oleh pegawai UNIMA, tatkala pimpinan universitas  membuat kebijakan yang menyatakan bahwa, pegawai yang tidak datang tepat  waktu, atau pulang sebelum berakhirnya waktu kerja, tidak berhak atas  uang transportasi? 
Justru itu, dalam  orasi ini, saya akan membahas konflik (definisi konflik, pandangan  terhadap konflik, jenis-jenis konflik), bagaimana konflik itu muncul  (faktor-faktor penyebab timbulnya konflik), bagaimana menyelesaikan  konflik (model-model pengelolaan konflik), dan yang paling utama adalah,  untuk menjawab : apakah konflik itu berkat atau kutuk?KONFLIKKata ‘Konflik’ itu berasal dari bahasa Latin ‘Confligo’, yang terdiri dari dua kata, yakni ‘con’, yang berarti bersama-sama dan ‘fligo’, yang berarti pemogokan, penghancuran atau peremukan. Kata ini diserap oleh bahasa Inggris (dalam, Webster, 1974 : 213), menjadi ‘Conflict’ yang berarti a fight, struggle, a controversy, a quarrel, active opposition, hostility (pertarungan, perebutan kekuasaan, persengketaan, perselisihan, perlawanan yang aktif, permusuhan). Casell Concise English Dictionary (1989), mendefinisikan konflik sebagai a fight, a collision; a struggle, a contest; opposotion of interest, opinions or purposes; mental strife, agony. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976 : 519), kata "konflik" berarti "pertentangan" atau "percekcokan". Konflik atau pertentangan bisa terjadi pada diri seseorang (konflik internal) ataupun di dalam kalangan yang lebih luas. Dalam organisasi istilahnya menjadi "konflik organisasi" (organizational conflict).
Para ahli memberikan definisi yang berbeda tentang konflik organisasi, sesuai dengan sudut tinjauan masing-masing. Berikut beberapa definisi konflik :
1. Sebagai Proses, Robbins (1994 : 451) menyebut konflik as  a process in which an effort is purposely made by A to offset the  efforts of B by some form of blocking that will result in frustrating B  in attaining his or her goals or furthering his or her interests.
2. Sebagai Pertentangan,  pengertian DuBrin (1984 : 346), mengacu pada pertentangan antar  individu, kelompok atau organisasi yang dapat meningkatkan ketegangan  sebagai akibat yang saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. 
3. Sebagai Perilaku, Tjosfold (dalam Champoux, 1996 : 295), memandang Konflik dalam organisasi sebagai perilaku yg berlawanan dan bertentangan. 
4. Sebagai Hubungan,  Martinez dan Fule (2000 : 274) menyatakan konflik adalah suatu hubungan  yang terjadi antara dua orang, kelompok, organisasi maupun golongan. 
5. Sebagai Situasi,  Nelson dan Quick (1997 : 178) melihat konflik sebagai suatu situasi  dimana tujuan, sikap, emosi dan tingkah laku yang bertentangan  menimbulkan oposisi dan sengketa antara dua kelompok atau lebih. 
Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai pendapat di atas, ialah bahwa konflik adalah suatu  proses yang bermula dari konflik laten (terpendam). Jika tidak  diselesaikan akan berkembang dan membahayakan organisasi. Kemudian,  Konflik juga adalah suatu perilaku beroposisi. Artinya, orang yang  terlibat konflik akan melakukan hal-hal yang menentang atau menghalangi  usaha lawan. Terakhir, Konflik adalah suatu hubungan yang selalu terjadi pada setiap manusia selama dia melakukan hubungan.
Ada  suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya  ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan  budaya. Secara rinci, konflik organisasi  adalah situasi dimana terjadi pertentangan atau ketidaksesuaian antara  dua orang (paling sedikit), atau dua pihak sehingga hubungan terganggu.
MEMAHAMI KONFLIK DALAM ORGANISASI
Konflik  merupakan bagian dari setiap organisasi yang tak terelakkan atau tak  bisa dihindari. Hal ini disebabkan oleh kompleksnya sifat manusia (human nature), kompleksnya hubungan antarmanusia (human relationship) dan kompleksnya struktur organisasi (organizational structures).  Konflik itu bisa saja diredam, namun tidak bisa dihilangkan. Hal yang  bijak bagi seorang Manajer adalah : mengidentifikasi dan memahami  konflik, belajar menghadapi, berusaha mengelola serta menyelesaikan  konflik.
Bila konflik dikelola secara konstruktif bisa menelorkan pembelajaran (learning), pertumbuhan (growth), perubahan (change), dan hubungan-hubungan (relationships). Namun bila tidak dikelola dengan baik, bakal menjadi pengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi.PANDANGAN TENTANG KONFLIKTerdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan, sebab jika dibiarkan akan merugikan organisasi. Pendapat lain mengatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa, maka konflik itu akan membawa keuntungan bagi kelompok atau organisasi. Inilah yang disebut sebagai the conflict paradox, dimana di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, sementara banyak kelompok atau organisasi malah berupaya meminimalisir konflik.
Saya akan mengurai beberapa pandangan, terhadap konflik dalam organisasi : 
1. Pandangan Tradisional (the traditional view).  Pandangan ini berasumsi bahwa semua konflik berkonotasi negative, dan  berbahaya bagi pencapaian tujuan organisasi. Sebab, konflik menghalangi  koordinasi dan kerja sama tim untuk mencapai tujuan. 
2. Pandangan aliran hubungan kamanusiaan (the human relations view).  Pandangan ini menganggap bahwa konflik adalah hal biasa dalam interaksi  antara individu dan kelompok dalam organisasi, yang adakalanya berguna  bagi organisasi. Di sini, konflik mengangkat kinerja kelompok.
3. Pandangan Interaksionis (the interctionist view).  Menurut pandangan ini, konflik bisa dimanfaatkan untuk kemajuan  organisasi. Sebab, tanpa konflik, organisasi akan statis, apatis dan  tidak tanggap pada kebutuhan pegawai, bahkan tidak termotivasi melakukan  evaluasi diri dan inovasi. Karenanya, peran manajer perlu diaktifkan  untuk membuat konflik yang terarah dan harmonis, sehingga merangsang  semangat dan kreativitas kelompok. 
Stoner dan Freeman (1992 : 551) mendikotomi konflik, yakni : 
1. Pandangan lama (old view), yang berasumsi bahwa tugas manajemen ialah melenyapkan konflik. 
2. Pandangan baru (current view),  yang berasumsi bahwa tugas manajemen ialah mengelola tingkat konflik  dan penyelesaiannya, untuk mencapai kinerja yang optimal. Kedua  pandangan ini, dibagi berdasarkan lima aspek, yakni : 
- Cara pandang terhadap konflik. Pandangan lama menganggap Konflik dapat dicegah/dihindari, sementara yang baru menganggap konflik tak terelakkan/dihindari.
- Faktor penyebab timbulnya konflik.  Pandangan lama menganggap Konflik disebabkan oleh kesalahan-kesalahan  manajemen dalam mendesain dan mengelola organisasi, sementara yang baru  menyebut disebabkan oleh banyak faktor, seperti struktur organisasi,  perbedaan tujuan, persepsi, nilai-nilai dan sebagainya.
- Pengaruh konflik terhadap kinerja.  Pandangan lama menyatakan konflik mengacaukan organisasi dan mencegah  pencapaian tujuan yang optimal, sementara yang baru mempercayai konflik  mempengaruhi kinerja organisasi dalam pelbagai kegiatan (in varying degres).
- Fungsi manajemen.  Pandangan lama menilai manajemen bertugas mengeliminir konflik,  sementara yang baru menganggap bahwa manajemen bertugas mengelola dan  mengatasi konflik, sehingga tercapai kinerja yang optimal. Bagaimana perlakuan terhadap konflik untuk mencapai kinerja optimal.  Pandangan lama percaya bahwa untuk mencapai kinerja yang optimal,  konflik harus dihilangkan. Sementara pandangan yang baru yakin bahwa  untuk mencapai kinerja organisasi yang optimal, membutuhkan tingkat  konflik 

 




